Perkembangan
teknologi semakin memasyarakat dikalangan anak didik. Hal ini merupakan
suatu kebanggaan bagi orang tua, karena punya anak yang tidak
ketinggalan jaman. Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi anaknya
dengan berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini bukan barang mewah lagi
atau bukan kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer. HP
dipergunakan untuk hal-hal pelayanan, transaksi bisnis dan promosi.
Perkembangan teknologi semakin meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan
hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga dipergunakan dalam urusan
lain seperti; SMS, MP3, Vidio, Kamera, Recoard, sehingga HP menjadi
Multimedia. Siapa tak tertarik olehnya? Keberhasilan HP menggerogoti
pikiran orang, tak disadari imperialisme budaya pun merajalela. kini HP
adalah sakunya anak didik. Hampir semua anak didik mengantongi HP.
Mereka merasa PD dengan HP dan seolah-olah menyatakan dirinya “saya
orang modern, saya orang teknologi”). Budaya tradisional semakin jauh
ketinggalan oleh gaya hidup mewah. Etika oleh filsafat Yunani besar
Aristoteles (384-322 s,M) sudah dipakai untuk menunjuk filsafat moral.
Secara etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas pengertian
etika secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain
yang lebih koperensif tentang pengertian etika yaitu: 1). Nilai-nilai
dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, 2). Kumpulan asas atau nilai
moral (kode etik), 3) ilmu tentang yang baik atau buruk (K.Bertens,
2005, hal 4-6). Kalau berorientasi pada teori belajar hakikat belajar
adalah adanya perubahan tingkah laku. Pengalaman siswa bagian dari
proses pembelajaran, kemampuan menggunakan HP juga bagian dari
pembelajaran. Tetapi perubahan tingkah laku atau prilaku yang bagaimana
yang diinginkan dalam pendidikan?. Untuk menjawabnya adalah etika, etika
moral sorang siswa. Jadi tujuan pendidikan atau pembelajaran yang
dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang beretika. Bagaimana etika
anak didik di era teknolgi HP saat ini? Dalam hal integritas kesiswaan,
ada gejala-gejala kesenjangan. Anak didik yang membawa HP cendrung
bersifat individualisme, mereka bergaual atau bercakap-cakap bukan
dengan teman disampingnya, melainkan orang yang diluar lingkungan
belajarnya dengan sarana SMS HP-nya. Karena HP barang mahal sehingga
dapat dimaklumi bila ada keengganan meminjamkan pada temannya. Prilaku
seperti ini berlangsung terus menerus, maka mulai muncul sikap-sikap
egois dan pamer di antara anak didik yang membawa HP. Bagi anak didik
yang tidak membawa HP merasa terasing di lingkungan sekolah bahkan
merasa asing di kelasnya sendiri. Sekali dua kali dipinjamkam untuknya,
selanjutnya tak heran muncul perasaan malu, apalagi tidak bisa
mengoperasikan. Siswa yang tidak punya HP harus beradaptasi, agar tidak
kena seleksi dilingkungan kelasnya, caranya “menuntut kepada orang tua
agar dibelikan HP”. Integritas semakin melemah dan kesenjangan pergaulan
akibat Teknologi semakin besar walupun tidak muncul dipermukaan ( teori
konflik laten) Di dalam ruang belajar (di kelas) sadar atau tidak
sadar, sengaja atau bukan sengaja, sering suara HP berdering mengusik
ketenangan dan keseriuasan belajar. Hanya dengan sepatah dua patah kata
“maaf pak saya lupa mematikan” seorang guru tidak bias berbuat apa-apa,
tertindas oleh teknologi. Tidak kalah menariknya untuk diungkapkan
tentang prilaku siswa dalam ruangan kelas ketika mata pelajaran
Matematik, Kimia atau Fisika, HP semuanya keluar dari kantong atau
tasnya hanya untuk menjumlahkan, mengurangkan atau mengalikan
bilangan-bilangan sederhana dalam contoh soal perhitungan yang diberikan
oleh guru. Tentu ini gejala buruk bagi perkembangan nalar atau logika
berpikir siswa. Tidak percaya dengan pikirannya, lambat menggunakan
pikiran atau nalar dan bahkan factor malas orat-oret karena lebih
praktis dengan HP. Yang lebih memprihatinkan menjawab soal ulangan
dengan bantuan teman lewat SMS.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan Muhammad Syafti Pebrianda, Dian
Febriasari, Iman Adi Thaib, Lia Nita Hafiva, Mardiana, Diah Anggreni,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara untuk mengetahui pengaruh
penggunaan handphone terhadap perilaku anak SMA, didapat data yang
berasal dari angket kuisioner yang disebar kepada anak SMA yang berasal
dari beberapa sekolah menengah atas yang ada dikota medan didapati bahwa
ada hubungan yang signifikan antara penggunaan handphone oleh kalangan
anak SMA terhadap perilaku mereka. Hal ini dapat kita lihat dari realita
yang memperlihatkan banyak diantara anak SMA tersebut menggunakan
handphone tidak hanya terbatas pada sarana komunikasi yang digunakan
untuk bertukar informasi, dan fitur – fitur yang terdapat didalam
handphone jauh lebih sering digunakan. Penggunaan fitur -fitur handphone
tersebut oleh mereka mengindifikasikan terjadinya perubahan perilaku
mereka.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan kepada anak SMA mayoritas menyatakan
bahwa mereka cenderung menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan
fasilitas – fasilitas yang terdapat didalam handphone tersebut. Dalam
realita kita sering mendapati bahwa banyak anak remaja yang tergolong
kedalam status siswa SMA menggunakan handphone lebih pada fitur – fitur
yang tersedia didalamnya. Mereka cenderung menghabiskan waktu mereka
untuk memainkan fasilitas game yang tersedia didalam handphone tersebut,
atau dapat menghabiskan waktu berjam – jam untuk mendengarkan MP3 atau
menggunakan fasilitas yang lain yang tak jarang yang dilakukan yaitu
dengan menyendiri dan cenderung menjauh dari komunitas yang ada.
Salah
satu yang terjadi di SMAN1 Balige ditemukan beberapa handphone siswa
berisikan video porno. Kepala Sekolah SMAN1 Balige menjelaskan, sudah
dua kali pihak guru pembimbing [BP] sekolah melakukan razia ke dalam
semua ruangan kelas. Razia dilakukan mendadak. Setiap HP siswa diperiksa
apakah berisi gambar atau video porno. Ternyata ada, ditemukan hampir
10 ponsel berisi film porno berdurasi singkat. Di antara yang tertangkap
itu, ada juga HP milik pelajar perempuan.
Salah
satu bentuk penanggulangan dampak penggunaan handphone terhadap prilaku
siswa adalah pembebasan handphone yang dilakukan SMAN 3 Kediri. Menurut
Kepala Sekolah SMAN3 Kediri mengatakan “Kami
tidak bermaksud membatasi penggunaan teknologi komunikasi di sekolah.
Sebagaimana sifat teknologi itu sendiri, kemajuannya memang tidak
mungkin terbendung. Kebijakan seperti ini lebih bersifat sebagai filter
belaka, demi kemajuan pendidikan dan siswa itu sendiri,” terang Wahid.
Lebih jauh, Wahid juga menampik bahwa pengambilan kebijakan tersebut
diartikan sebagai langkah praktis atas kegagalan sekolah mengimbangi
perkembangan teknologi. ”Sekolah tidak alergi terhadap teknologi
komunikasi. Hanya saja, dalam aplikasinya, sekolah juga bertanggung
jawab terhadap perkembangan moral siswa terkait maraknya penyimpangan
penggunaan teknologi kemunikasi ini,” elaknya. Itu
sebabnya, lanjut Wahid, kebijakan tersebut masih berada dalam ambang
komunikatif antara sekolah, orang tua, dan siswa. ”Pokok kebijakannya
adalah melarang siswa membawa dan atau mengoperasionalkan HP di
lingkungan sekolah selama KBM berlangsung. Kami tidak melarang siswa
menyimpan HP di jok sepeda motor dan menyalakannya usai sekolah. Tetap
ada sanksi untuk pelanggar, namun bentuknya juga bertahap, serta
melibatkan peran orangtua siswa,” imbuhnya. Kebijakan tersebut juga
menjadi bagian dari riset SMAN 3 mengenai pengaruh ada tidaknya HP dan
hubungannya dengan perkembangan belajar siswa. Riset awal ini
dicanangkan selama tiga tahun, dengan membandingkan grade nilai siswa
sebelum dan sesudah adanya kebijakan ini. Namun demikian kebijakan ini
tidak berlaku untuk guru dan staf, yang dibuatkan peraturan tersendiri.
“Guru mau tidak mau akan tetap menjadi panutan. Oleh ebab itu, meskipun
tidak dikenakan dengan kebijakan ini, ada peraturan yang menyebutkan
guru boleh membawa dan menggunakan HP di sekolah, namun hanya
ditempat-tempat tertentu.
http://cuwal.wordpress.com/2008/09/20/pengaruh-hp-terhadap-prilaku-siswa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar