PENGERTIAN ILMU SOSIAL DASAR
Ilmu Sosisal Dasar ISD adalah gabungan dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang dipergunakan dalam pendekatan dan pemecahan masalah-masalah sosial yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial kepada mahasiswa, yang diharapkan cepat tanggap serta mampu menghadapi dan memberi alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan masyarakat. Dengan begitu antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu sosial dasar tidak ada perbedaan yang prinsipiil.
LATAR BELAKANG ILMU SOSIAL DASAR
Latar belakang diberikannya matakuliah ISD di perguruan tinggi dikarenakan beberapa hal yaitu: Banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan di perguruan tinggi oleh para cendekiawan. Mereka berpendapat bahwa sistem pendidikan yang berlangsung masih berbau kolonial dan masih merupakan warisan sistem pendidikan pemerintah Belanda yaitu kelanjutan dari politik ‘balas budi/ etisce politik ’ oleh Conrad Theodore van Deventer. Sistem pendidikan tersebut bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil agar menjadi ‘ tukang’ yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi (pemerasan) kekayaan negara. Sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang elite bagi masyarakat kita sendiri sehingga kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, serta tidak mengenali dimensi-dimensi lain diluar disiplin keilmuannya. Perguruan tinggi seolah-olah menjadi ‘menara gading’ yang menghasilkan tenaga-tenaga ‘tukang’ yang tidak atau kurang peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat. Sedangkan tenaga ahli yang dihasilkan oleh perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menjadi tukang saja tetapi diharapkan mempunyai tiga jenis kemampuan yaitu personal, akademis, dan profesional. Kemampuan personal/ kemampuan kepribadian Dengan kemampuan ini tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga menunjukkan sikap dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, mengenal dan memahami nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, kenegaraan/ pancasila serta memiliki pandangan luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia. Kemampuan Akedmik Adalah kemampuan untk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tertulis, menguasai peralatan analisa, mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan analitis. Memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi serta mampu menawarkan alternatif pemecahannya. Kemampuan Profesional Adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Tenaga ahli diharapkan memliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
TUJUN ILMU SOSIAL DASAR
Tujuan ilmu sosial dasar adalah: Membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia lainnya.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Berpangkal pada tujuan diatas maka ada dua masalah yang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan mata kuliah ISD. Adanya berbagai aspek yang merupakan satu masalah sosial yang dapat ditanggapi dengan pendekatan sendiri/ menurut keahlian yang berbeda-beda, maupun sebagai gabungan pendekatan gabungan antar bidang. Adanya keragaman golongan dan kesatuan sosial lain dalam masyarakat, yang maisng-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola tingkah laku sendiri, tetapi juga amat banyaknya kesamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam pola-pola pemikiran da tingkah laku yang menyebabkan pertentangan maupun hubungan setia kawan dan kerjasama dalam masyarakat kita. Bedasarkan ruang lingkup diatas kiranya masih perlu penjabaran lebih lanjut untuk bisa dioperasionalkan kedalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan yaitu: Mempelajari dan menyadari adanya berbagai masalah kependudukan dan hubungannnya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan. Mempelajari dan menyadari adanya masalah-masalah individu, keluarga dan masyarakat. Mengkaji masalah-masalah kependudukan dan sosialisasi serta menyadari identitasnya sebagai mahasiswa. Mempelajari hubungan antara warga negara dan negara Mempelajari hubungan antara pelapisn sosial dan persamaan derajat Mempelajari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan dan pedesaan. Mempelajari dan menyadari adanya pertentangan-pertentangan sosial bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat Mempelajari usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh manusia untuk memanfaatkan kemakmuran dan pengurangan kemiskinan.
MASALAH-MASALAH SOSIAL DAN ILMU SOSIAL
Masalah-masalah sosial Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat tidaklah sama, hal ini disebabkan perbedaan tingkat perkembangan kebudayaan masyarakat dan keadaan lingkungan alam dimana masyarakat itu hidup. Masalah-maslah tersebut dapat berupa masalah sosial, moral, politik, ekonomi, agama dll. Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial. Pengertian masalah sosial : Menurut masyarakat, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah sosial. Menurut para ahli, adalah suatu kondisi atau perkembangan dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Contoh: pedagang kaki lima menurut definisi umum bukanlah masalah sosial karena merupakan upaya mencari nafkah, dan pelayanan warga pada taraf hidup tertentu. Tetapi bagi perencana kota merupakan sumber kekacauan lalu lintas dan peluang kejahatan. Dengan demikian suatu masalah bisa digolongkan sebagai masalah sosial oleh ahli belum tentu dianggap masalah sosial oleh umum. Sebaliknya ada juga masalah yang dianggap masalah sosial oleh umum tetapi tidak oleh ahli. Batasan mengenai masalah sosial ditegaskan oleh Leslie (1974) yang mendefinisikan bahwa masalah sosial sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai, dan karenanya dirasakan perlu untuk diatasi atau diperbaiki. Masalah-masalah sosial dan ahli ilmu sosial Masalah-masalah sosial muncul sejak adanya peradaban manusia, karena dianggap sebagai sesuatu yang menganggu kesejahteraan hidup. Hal itu merangsang masyarakat untuk mengidentifikasi, menganalisa, memahami dan memikirkan cara untuk mengatasinya. Sebelum ada ahli-ahli ilmu sosial masyarakat yang peka terhadap masalah sosial adalah ahi filsafat, pemuka agama, ahli politik dan kenegaraan. Disamping itu berbagai disiplin ilmu tergolong dalam ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, politik, psikologi sosial, komunikasi menjadiakan masalah sosial sebagai ruang lingkup studi tetapi pusat studinya bukanlah pada masalah sosial, namun pada usaha memahami hakikat manusia menurut perspektif masing-masing. Sedangkan masalah sosial dipandang sebagai akibat dari proses perubahan sosial dan kebudayaan. Sejumlah ahli ilmu sosial seperti Merton dan Nizbet (1961) Denzin (1973), Gerson (1969) dan Brodly (1976) merasakan bahwa dengan menggunakan pendekatan masalah-masalah sosial sebagai kerangkanya maka hakikat masyarakat dan kebudayaan manusia akan lebih dapat dipahami. Begitu juga berbagai pemikiran yang secara masuk akal dapat dipertanggung jawabkan yang berkenaan dengan usaha-usaha untuk memperbaiki masalah-masalah sosial tersebut akan lebih dapat dikembangkan. Masalah-masalah sosial dan Ilmu Sosial Dasar ISD sebagai suatu mata kuliah menyajikan pemahaman mengenai hakikat manusia sebagai mahkluk sosial dan masalah-masalahnya dengan menggunakan kerangka pendekatan yang melihat sasaran studinya sebagai suatu masalah obyektif dan subyektif. Dengan menggunakan kacamata obyektif berarti konsep dan teori yang berkenaan dengan hakikat manusia dan masalahnya yang telah dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial akan digunakan. Sedangkan menurut kacamata subyektif, masalah-masalah yang dibahas tersebut akan dikaji menurut perspektif masyarakat yang bersangkutan dan dibandingkan dengan kacamata pengkaji atau mahasiswa yang mempelajari mata kuliah ISD. Dengan penggabungan kacamata subyektif dan obyektif akan mewujudkan adanya kepekaan mengenai masalah-masalah sosial yang disertai dengan rasa tanggung jawab dalam kedudukannya sebagai masyarakat ilmiah dan warga negara Indonesia.
Jumat, 27 Januari 2012
Jumat, 20 Januari 2012
tgas lintas Budaya tanYA jawab
Pengertian
Lintas budaya
Berikut ini definisi-definisi
kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang
sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang
meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda,
yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan
yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku,
baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan
dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika
dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak
dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia
adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan
alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
- Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
- Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang
terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui
simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang
digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat.
Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam
media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan
keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia
yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara
genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang
di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat,
norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari
kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat
melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha
manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam
penghidupan.
Kesimpulan
Dari berbagai definisi di atas, dapat
diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi
sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
Hubungan
Lintas Budaya dengan ilmu social
Yang
saya tahu ilmu sosial selalu berhubungan dengan lintas budaya,seperti apa yang
dikatakan David Matsumoto dalam bukunya ‘Culture and Psychology’ yang
memberikan panduan bagaimana meningkatkan pemahaman lintas budaya yang berguna
dalam hubungan lintas budaya, yaitu:
Mengakui
bahwa budaya adalah sebuah konstruksi psikologis semata. Kultur tidak sama
dengan ras, etnik, kebangsaan atau tempat lahir. Karena kultur adalah hasil
sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai. Adalah kurang tepat ketika orang
berpikir tentang hubungan antar budaya dan perbedaan budaya jika yang
dipikirkan soal ras, etnik, dan kebangsaan. Sebab seorang batak bisa sangat
‘jawa’, dan seorang jawa sangat ‘batak’. Banyak orang Amerika sangat
‘Indonesia’, tapi juga sangat banyak orang Indonesia yang sangat ‘Amerika’.
Mengakui perbedaan individu dalam sebuah kelompok kultur. Mengakui perbedaan individu dalam kelompok budaya dan sadar bahwa perbedaan itu berhubungan dengan perilaku adalah tahap pertama dalam mengeliminasi ketergantungan pada stereotip negatif yang mengganggu dalam hubungan yang erat. Salah satu kunci untuk mengembangkan hubungan antar kelompok dan hubungan interpersonal adalah membangun fleksibilitas yang sehat. Bila kita mengakui adanya perbedaan individual dalam sebuah kelompok kultur, hal itu akan membantu kita membangun fleksibilitas dalam etnosentrisme dan stereotip yang kita miliki.
Mengerti Filter kultural pola pikir kita dan etnosentrisme kita. Kita tidak selalu sadar dasar-dasar budaya dari perilaku dan tindakan kita. Ada banyak cara melihat dunia, dan inilah perbedaan fundamental setiap orang dari budaya yang berbeda. Halmana bisa menjadi pertentangan karena perbedaan menginterpretasi dan bereaksi terhadap suatu realitas. Langkah penting pertama untuk mendapatkan pengertian bahwa budaya mempengaruhi perilaku adalah mengakui bahwa kita memiliki filter untuk persepsi dan dasar-dasar untuk perilaku yang disebabkan oleh latar budaya kita. Kita tidak selalu sadar filter kultural kita, yang kita rasakan, kita pikirkan tentang sesuatu, dan menginterpretasi sekitar kita dan perilaku orang lain.
Mengakui perbedaan individu dalam sebuah kelompok kultur. Mengakui perbedaan individu dalam kelompok budaya dan sadar bahwa perbedaan itu berhubungan dengan perilaku adalah tahap pertama dalam mengeliminasi ketergantungan pada stereotip negatif yang mengganggu dalam hubungan yang erat. Salah satu kunci untuk mengembangkan hubungan antar kelompok dan hubungan interpersonal adalah membangun fleksibilitas yang sehat. Bila kita mengakui adanya perbedaan individual dalam sebuah kelompok kultur, hal itu akan membantu kita membangun fleksibilitas dalam etnosentrisme dan stereotip yang kita miliki.
Mengerti Filter kultural pola pikir kita dan etnosentrisme kita. Kita tidak selalu sadar dasar-dasar budaya dari perilaku dan tindakan kita. Ada banyak cara melihat dunia, dan inilah perbedaan fundamental setiap orang dari budaya yang berbeda. Halmana bisa menjadi pertentangan karena perbedaan menginterpretasi dan bereaksi terhadap suatu realitas. Langkah penting pertama untuk mendapatkan pengertian bahwa budaya mempengaruhi perilaku adalah mengakui bahwa kita memiliki filter untuk persepsi dan dasar-dasar untuk perilaku yang disebabkan oleh latar budaya kita. Kita tidak selalu sadar filter kultural kita, yang kita rasakan, kita pikirkan tentang sesuatu, dan menginterpretasi sekitar kita dan perilaku orang lain.
Mengerti
kemungkinan bahwa konflik bisa terjadi karena budaya. Kita harus mengerti bahwa
betapapun sudah sangat paham akan budaya orang lain, dan demikian juga setiap
orang telah sadar, konflik masih mungkin timbul dan akan tetap terjadi. Konflik
bisa timbul dari perbedaan individu, pengabaian, kebodohan, atau pikiran yang
sempit. Dan kita juga harus sadar bahwa budaya sangat mungkin memberikan
kontribusi terhadap konflik.
Mengakui bahwa perbedaan budaya (terjadi sebagai apa adanya) adalah sah. Kita harus mengerti ada perbedaan terhadap penilaian pada satu perilaku tertentu. Perilaku baik menurut budaya tertentu mungkin dinilai buruk oleh budaya yang lain.
Memiliki toleransi, kesabaran dan berpraduga baik. Hanya dengan toleransi perbedaan-perbedaan yang timbul dalam masyarakat multietnik tidak akan merisaukan kita.
Mengakui bahwa perbedaan budaya (terjadi sebagai apa adanya) adalah sah. Kita harus mengerti ada perbedaan terhadap penilaian pada satu perilaku tertentu. Perilaku baik menurut budaya tertentu mungkin dinilai buruk oleh budaya yang lain.
Memiliki toleransi, kesabaran dan berpraduga baik. Hanya dengan toleransi perbedaan-perbedaan yang timbul dalam masyarakat multietnik tidak akan merisaukan kita.
Hubungan Lints Budaya Denngan
ilmu antropologi
Ruang Lingkup Antropologi psikologi
sama dengan pengakajian secara psikologi lintas budaya (cross cultural)
mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Meliputi masalah-masalah sebagai
berikut : A. Hubungan struktur sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola
pengasuhan anak pada umumnya. B. Hubungan antara struktur kepribadian rata
dengan sistem peran (role system) dan aspek proyeksi dari dari kebudayaan.
Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan Psikologi Kepribadian Kepribadian
manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter yang lebih
jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi lingkungan
dengan fungsi–fungsi bawaan sebagai dasarnya. Stern menyebutnya sebagai Rubber
Band Hypothesis (Hipotesa Ban Karet). Seseorang diumpamakan sebagai ban karet
dimana faktor-faktor genetik menentukan sampai mana ban karet tersebut dapat
ditarik (direntangkan) dan faktor lingkungan menentukan sampai seberapa panjang
ban karet tersebut akan ditarik atau direntangkan.
Artikel tentang Lintas Budaya
Kuburan-kuburan Unik Lintas Budaya di Indonesia
Berkunjung ke
kampung suku dayak Benuaq ataupun suku dayak Bentian pedalaman Kalimantan
Timur. Kuburan akan mudah ditemukan halaman samping
atau tepi jalan menuju kampung orang Dayak Benuaq. Kuburan orang Benuaq atau
Bentian tidak didalam taah seperti layaknya suku lain.ketika pertama meninggal
mereka akan dimakamkan didalam kotak yang di sangga oleh tiang atau di gantung
pada tali. kemudian setelah beberapa tahun kuburan itu dibuka lagi lalu tulang
belulang si mati di doakan lalu di masukan kedalam kotak bertiang yang
permanent. biasanya tiap keluarga mempunyai kuburannya masing-masing dan
kebanyakan letaknya disamping rumah keluarga, tidak dipekuburan umum seperti
kebanyakan di kota atau kampung lain.
Hampir tiap malam terdengar musik pemanggil arwah orang yang sedang mengadakan upacara Beliatn tarian dan mantra penyembuhan untuk anak ataupun untuk mendoakan orang meninggal
Batu lemo -
Tana Toraj
Tempat pekuburan atau persemayaman jenazah berbentuk lubang-lubang pada dinding cadas. Tempat ini merupakan hasil kreasi manusia Toraja yang luar biasa. Bagaimana tidak, persemayaman yang telah ada sejak abad ke-16 itu dibuat dengan cara memahat. Saat itu, tentu dengan peralatan yang sangat sederhana. Lemo terletak di desa (lembang) Lemo. Sekitar 12 kilometer sebelah selatan Rantepao atau enam kilometer sebelah utara Makale.
Dinamai Lemo karena beberapa model liang batu itu berbentuk bundar dan berbintik-bintik menyerupai buah jeruk atau limau. Kuburan-kuburan batu itu disebut juga sebagai liang paa'.
Ada 75 lubang pada dinding cadas. Beberapa di antaranya memiliki patung-patung berjajar yang disebut tau-tau. Patung-patung itu adalah lambang kedudukan sosial, status, dan peran mereka semasa hidup sebagai bangsawan setempat.
Obyek ini ramai dikunjungi sejak tahun 1960. Selain menyaksikan kuburan batu, wisatawan juga dapat membeli berbagai sovenir atau berjalan jalan sekitar obyek tersebut menyaksikan buah buah pangi yang ranum kecoklatan. Buah-buah itu siap diolah dan dimakan sebagai makanan khas suku Toraja yang di sebut pantollo pamarrasan.
Kuburan bayi
kambira - Tana Toraja
Di Kambira
masih di wilayah Tana Toraja ada kuburan bayi, berupa pohon besar yang
dilubangi, jenazah si bayi setelah dibalsem dan dibungkus , lalu dimasukkan ke
dalamnya dan lobang ditutup dengan anyaman ijuk.
Batu Karang Terjal Londa – Tana Toraja
kuburan sisi
karang terjal adalah salah satu sisi dari
kuburan itu berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana
peti-peti mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga. Disisi
lain di balkon.
Trunyan - Bali
Sebagaimana
masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan
juga mengenal ngaben, namun ditaruh begitu saja di sebuah areal hutan. Ane
disana selama berbulan-bulan.
Mengapa mayat
yang menggeletak begitu saja di semak itu tidak menimbulkan bau? Padahal secara
alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut? Hal inilah yang
menjadi daya tarik para wisatawan untuk mengunjungi lokasi wisata ini. Nah,
konon sebabnya, di areal hutan tersebut terdapat sebuah pohon yang dikenal
bernama Taru Menyan yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau
busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan
ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal
sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.
Makam
Raja-raja Imogiri - Yogyakarta
Dibangun
sekitar tahun 1632 oleh Sultan Agung, raja
Mataram Islam terbesar, bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu
gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk
candi Bentar. Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki
pemakaman umum. untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan
pakaian adat Jawa, kita harus melepas alas kaki, juga harus melalui tiga pintu
gerbang.
Bahkan yang
bisa langsung berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat
raja atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton
Yogyakarta dan Kraton Surakarta.
Oleh karena
itu, peziarah awam yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya
bisa melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan
bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu
kuno.
Hanya para juru kunci
pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut. Jika toh masyarakat awam bisa
melihat ”isi” di balik pintu gerbang pertama, itu pun ketika keluarga raja
datang, pintu gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar
sebelum gerbang itu ditutup. Rasa penasaran itu pula yang menyebabkan misteri
makam raja Mataram tetap terpelihara.
Artikel Misi /
Banyak Tantangan untuk Para Pekerja Lintas Budaya
Banyak Tantangan untuk Para Pekerja Lintas Budaya
Di
Indonesia, banyak suku-suku terabaikan membutuhkan para pengerja Injil yang
dapat memberkati mereka dengan Kabar Baik tentang Tuhan Yesus, Juru Selamat
dunia. Sayangnya, tidak banyak orang yang bersedia mengabarkan Injil dan
mendirikan jemaat lintas budaya. Mereka yang bersedia pun menghadapi
bermacam-macam tantangan. Boleh dikatakan, mereka yang melayani suku-suku
terabaikan umumnya kurang disokong oleh gereja-gereja atau organisasi Kristen
yang mengutus mereka. Mereka membutuhkan dukungan doa, dana, dan persekutuan
yang menguatkan jiwa, perasaan, dan kerohanian mereka.
Pelayanan
lintas budaya adalah tantangan yang cukup rumit dan berat. Pada umumnya, kita
kurang mengerti bahwa setiap orang yang melayani suku lain harus belajar banyak
tentang sifat, bahasa, dan cara hidup suku itu. Jika kita bergaul secara biasa
dengan menggunakan bahasa Indonesia saja, maka banyak orang tidak akan mengerti
maksud dan tujuan kita. Hal ini dapat diperlihatkan dalam lima pokok berikut.
1.
Bahasa
Setiap bahasa yang terdapat di Indonesia mengandung ciri-ciri yang khas. Jika kita bicara soal rohani kepada seseorang, kita harus menguraikannya dengan bahasa yang paling cocok untuk orang itu. Jika tidak demikian, ada kemungkinan besar ia tidak akan menangkap maksud kita.
Setiap bahasa yang terdapat di Indonesia mengandung ciri-ciri yang khas. Jika kita bicara soal rohani kepada seseorang, kita harus menguraikannya dengan bahasa yang paling cocok untuk orang itu. Jika tidak demikian, ada kemungkinan besar ia tidak akan menangkap maksud kita.
2.
Pandangan
Hidup
Pandangan hidup setiap suku terabaikan terdiri dari filsafat dan teologi mereka. Jika mereka memunyai pandangan hidup yang berbeda dari kita, maka mereka akan sukar untuk menerima Injil. Misalnya, jika seseorang memiliki pengertian tentang Tuhan, manusia, dosa, keselamatan, dunia gaib, dan sebagainya yang berbeda dari pandangan dunia Alkitab, ia tidak akan langsung mengerti Injil. Injil memunyai pandangan hidup tersendiri yang harus dijelaskan dengan contoh-contoh yang dapat ditangkap oleh orang itu.
Pandangan hidup setiap suku terabaikan terdiri dari filsafat dan teologi mereka. Jika mereka memunyai pandangan hidup yang berbeda dari kita, maka mereka akan sukar untuk menerima Injil. Misalnya, jika seseorang memiliki pengertian tentang Tuhan, manusia, dosa, keselamatan, dunia gaib, dan sebagainya yang berbeda dari pandangan dunia Alkitab, ia tidak akan langsung mengerti Injil. Injil memunyai pandangan hidup tersendiri yang harus dijelaskan dengan contoh-contoh yang dapat ditangkap oleh orang itu.
3.
Nilai-nilai
Kita harus mempelajari nilai-nilai yang dihargai oleh suku terabaikan itu. Pengertian kita akan nilai-nilai mereka membuka banyak peluang untuk Injil. Kita menghormati nilai-nilai mereka yang baik dan menguatkan nilai-nilai itu yang sesuai dengan pandangan hidup Alkitab.
Kita harus mempelajari nilai-nilai yang dihargai oleh suku terabaikan itu. Pengertian kita akan nilai-nilai mereka membuka banyak peluang untuk Injil. Kita menghormati nilai-nilai mereka yang baik dan menguatkan nilai-nilai itu yang sesuai dengan pandangan hidup Alkitab.
4.
Kepemimpinan
Cara kepemimpinan setiap suku juga memunyai ciri khas yang perlu diperhatikan oleh kita. Jika kita tidak berusaha memimpin jemaat baru dengan cara yang dapat dimengerti dan dihormati oleh mereka, maka mereka tidak akan merasa betah. Para penginjil perlu mempelajari cara kepemimpinan orang-orang yang mereka layani.
Cara kepemimpinan setiap suku juga memunyai ciri khas yang perlu diperhatikan oleh kita. Jika kita tidak berusaha memimpin jemaat baru dengan cara yang dapat dimengerti dan dihormati oleh mereka, maka mereka tidak akan merasa betah. Para penginjil perlu mempelajari cara kepemimpinan orang-orang yang mereka layani.
5.
Organisasi
sosial
Sistem organisasi sosial sebuah suku juga penting untuk kita pelajari. Misalnya, hampir setiap suku di Indonesia memegang sistem bapak/anak buah, tapi cara melaksanakannya cukup bervarisasi. Kita harus memerhatikan sistem-sistem sosial, seperti sistem kekeluargaan, sistem pendidikan, dan sistem-sistem masyarakat yang lain. Jika tidak, kita seolah-olah masih berada di luar ruang lingkup kehidupan mereka. Penyesuaian ini tidak begitu mudah dilaksanakan oleh seorang penginjil atau gembala yang berasal dari suku lain.
Sistem organisasi sosial sebuah suku juga penting untuk kita pelajari. Misalnya, hampir setiap suku di Indonesia memegang sistem bapak/anak buah, tapi cara melaksanakannya cukup bervarisasi. Kita harus memerhatikan sistem-sistem sosial, seperti sistem kekeluargaan, sistem pendidikan, dan sistem-sistem masyarakat yang lain. Jika tidak, kita seolah-olah masih berada di luar ruang lingkup kehidupan mereka. Penyesuaian ini tidak begitu mudah dilaksanakan oleh seorang penginjil atau gembala yang berasal dari suku lain.
Kesimpulannya
Tidak
heran jika sebagian besar para penginjil dan pendeta yang melayani suku-suku
terabaikan tidak bertahan lama dalam pelayanan. Mereka merasa pusing karena
tantangan-tantangan yang besar, kurang dibimbing untuk pelayanan yang berat
itu, dan kurang didukung oleh gereja dan saudara-saudara seiman. Marilah kita
memerhatikan para pekerja lintas budaya, mendoakan, dan menyokong mereka secara
khusus agar mereka dikuatkan oleh Tuhan dalam mengemban tugas yang berat itu.
Jika kita berusaha mengenal dan membantu para penginjil lintas budaya, kita
juga telah mengambil bagian dalam pengabaran Injil kepada orang-orang yang
belum pernah mengerti berita tentang Yesus Anak Allah.
source:
http://unikboss.blogspot.com/2010/10/kuburan-kuburan-unik-asli-indonesia.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/01/psi-lintas-budaya-tugas-1/
http://fadjarsoelistyp.blogspot.com/20/10/07/kajian-psikologi
-lintas-budaya-dalam.html 26/09/2011
http://misi.sabda.org/banyak_tantangan_untuk_para_pekerja_lintas_budaya+
SUKU DAYAK
SUKU DAYAK
Suku Dayak
adalah Suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah
pedalaman seperti di gunung dan sebagainya, salah satu kelompok
asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya
diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang Dayak
sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak
negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti
seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak mengenal menyerah
atau pantang mundur.
- Awal Terbentuknya Dayak
Pada tahun
1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara
yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan
dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut
pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang
sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka
datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi
kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan
Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan
dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai
hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini
terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku
berbeda.
Tidak
hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa
Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun
1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di
kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa
datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan
bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak
memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang,
terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga
dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian
suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal
abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo
mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah
pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya
singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan
Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas.
Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu,
sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto
kertodipoero,1963).
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau
kalimantan. Kelompok suku dayak terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang
lebih jumlahnya 405. Masing-masing sub suku dayak di pulau kalimantan mempunyai
adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi
kemasyarakatannya.
Kata dayak beasal dari kata “Daya” yang artinya
hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan
kalimantan umumnya dan kalimantan barat khususnya (walaupun kini banyak
masyarakat dayak yang telah bermukim di kota atau provinsi), mempunyai
kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya. Suku
dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua yang mendalami
pulau kalimantan.
Suku Dayak
pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut
”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh
Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin
Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar,
sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat
pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang
Melayu (sekitar tahun 1608).
Masyarakat dayak sangat tertarik ketika bersentuhan
dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena
sering terjadinya proses transaksi jual-beli barang kebutuhan, dan interaksi
kebudayaan, menyebabkan pesisir kalimantan barat menjadi ramai dikunjungi
pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.
- Sistem Religi Suku Dayak
Sistem religi suku dayak pun mulai terpengaruh dan
dipengaruhi oleh para pedagang yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan, dan
agama islam dari luar pulau kalimantan. Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi
mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang
Melayu atau orang Banjar.
Sedangkan orang Dayak yang menolak
agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah,
bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit,
Labuan Lawas dan Watang Balangan.
1.
Sistem Religi Suku Dayak di
Kalimantan Tengah
Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki
keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/.
Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama
Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar
orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah
menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk
pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk
dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun
demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak
hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga
dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan.
2. Sistem
religi suku dayak di Kalimantan Barat
Mayoritas penduduk Kalimantan Barat memeluk agama
Islam (35%), Katolik (28%), Protestan (10%), Buddha (6,4%), Hindu (0,2%),
lain-lain (1,7%). Masyarakat Dayak memiliki keyakinan tentang wujud tertinggi
dimana segala kekuatan yang ada di jagad raya berasal dari Yang Tunggal. Wujud
tertinggi itu menguasai manusia, dewa, roh halus, dan roh leluhur. Dewa dan roh
halus diberi tugas untuk menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu dalam
dunia ini, sehingga untuk mewujudkan keyakinan tersebut, orang Dayak senantiasa
melakukan hubungan religius dengan Jubata, roh leluhur, dan roh halus yang
banyak memberikan pertolongan dalam kehidupan mereka. Sistem kepercayaan atau
agama asli bagi masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai kehidupan mereka.
Masyarakat Dayak Kanayatn mempercayai adanya setan atau
iblis yang disebut Pantokng Bangok Pilas Galikng. Mereka mempercayai jiwa orang
jahat akan bangkit dari kuburnya dan menghantui orang yang masih hidup. Hantu
semacam ini biasanya dapat menjelma dalam rupa binatang dan manusia, maka untuk
menghindari gangguan roh jahat tersebut biasanya mereka memberinya dengan
berbagai macam makanan atau sesaji, seperti lamang (ketan), tumpi’ (cucur),
minuman, daging babi dan ayam, telur, nasi dan lain sebagainya.
Sebagian besar masyarakat Dayak Kanayatn saat ini
memeluk agama Katolik dan Protestan. Sejak tahun 1835 agama Kristen Protestan
masuk ke Kalimantan, yaitu di Tangguhan dekat Mandumai, Kalimantan Tengah.
Agama ini disebarkan oleh seorang misionaris berkebangsaan Jerman bernama
Barnstein ke masyarakat Dayak.
- Bahasa Suku Dayak
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum
dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung yaitu
bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah
penyebarannya, Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut
penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku
Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka. Dialek yang di
masksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya kemiripannya
dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata seperti makan
(Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban), makot (Melahui).
Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh
dikatakan berdiri sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak
lainnya. Dialeknya justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri.
Seperti pada bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja
terdiri dari minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang
paling kasar. Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk
yang lebih tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan
Macuh (untuk arwah orang mati). Bahasa Melayu di kalbar terdiri atas beberapa
jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak, dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa
Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahas Melayu Malaysia
dan Melayu Riau.
- Adat Istiadat Suku Dayak
Ada
beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan
dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang
masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan
budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak
berasal dari pedalaman Kalimantan.
1. Upacara
Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat
suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang
orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat
yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah
meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak
sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah
mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali
acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya
tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).
2. Dunia
Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak
memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena
supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan
manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat
cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan
supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang.
Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari
keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media
burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
3.
Mangkok merah
Mangkok merah merupakan media
persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan
mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima
biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di
edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan
sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya
biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar
biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari
apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan
diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk
mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu
roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima
tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan
menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan
mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa
sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh
para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati
korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah
orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk
keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis
akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.
Mangkok merah terbuat dari teras
bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk
bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan
lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan
keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam
merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan
bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk
tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan.
Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan
kain merah.
Menurut cerita turun-temurun mangkok
merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi
ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967.
pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi
lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan
Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama
yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek
kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis
mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa
asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke
dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan
ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit,
sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).
- Mata Pencaharian Suku Dayak
Kalimantan memiliki landasan tanah
yang terdiri dari karang padas, dan lapisan tanah humus yang tipis, sedang
daratannya berupa hutan. Dengan penduduk yang tidak begitu padat. Berladang
menjadi salah satu pilihan mata pencaharian masyarakat suku Dayak. Pekerjaan
ini membutuhkan banyak tenaga. Sehingga pengerjaannya dilakukan oleh kelompok
yang biasanya berdasarkan hubungan tetangga atau kekerabatan. Jadi bisa
dibilang sistim mata pencaharian ini berhubungan juga dengan kehidupan sosial
diantara anggota suku. Dalam berladang, diperhatikan pula tanda-tanda alam
alam, yang salah satunya dengan cara memperhatikan hewan liar.
Perhatian terhadap tanda-tanda alam
ini salah satunya adalah terkait dengan waktu yang tepat untuk membuka lahan,
atau mengolahnya, disesuaikan dengan musim yang menentukan curah hujan. Tanaman
yang ditanam rupanya sesuai dengan kebutuhan. Diantaranya adalah padi enam
bulanan, padi empat bulanan, dan padi ketan yang merupakan kebutuhan dalam
upacara adat. Salah satu upacara adat yang dilakukan adalah pada saat buka
lahan. Tujuannya untuk menambah kesuburan tanah, menolak hama, dan mengusahakan
hasil bumi yang berlimpah. Selain itu ditanam juga ubi kayu yang bukan hanya
dikonsumsi ubinya, tapi juga daunnya untuk lauk pauk.
Satu lagi yang sangat penting adalah
pohon pinang, karena masyarakatnya baik perempuan maupun laki-laki gemar makan
sirih dan pinang. Setelah tanah lahan tidak lagi baik, lahan ditinggalkan dengan
menanam pohon karet untuk diambil manfaatnya kelak. Selain berladang, terutama
pada saat menunggu waktu membuka lahan, suku Dayak melakukan pekerjaan lain.
Diantaranya adalah berburu, mencari hasil hutan, dan mencari ikan di sungai.
Hasil pekerjaan yang dikenal masyarakat luar suku adalah barang-barang hasil
anyaman.
- Proses Penguburan Suku Dayak
Tradisi
penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam
hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan
manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga
budaya penguburan di Kalimantan :
·
penguburan
tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
·
penguburan
di dalam peti batu (dolmen)
·
penguburan
dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem
penguburan yang terakhir berkembang.
2. wadah tulang-beluang :
tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
1. lubekng (tempat lungun)
2. garai (tempat lungun, selokng)
3. gur (lungun)
4. tempelaaq dan kererekng
Pada
umumnya terdapat dua tahapan penguburan :
1.
Penguburan primer
2. Penguburan sekunder
Penguburan
sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya
di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai
kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan
terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di
atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Prosesi penguburan sekunder
1. Tiwah adalah prosesi penguburan
sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu
tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah
penguburan pertama di dalam tanah.
2. Ijambe adalah prosesi penguburan
sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam
satu wadah.
3. Marabia
4. Mambatur (Dayak Maanyan)
a. Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan
Setelah seseorang dari suku Dayak
Maanyan dinyatakan meninggal maka dibunyikanlah gong beberapa kali sebagai
pertanda ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal. Segera setelah itu
penduduk setempat berdatangan ke rumah keluarga yang meninggal sambil membawa
sumbangan berupa keperluan untuk penyelenggaraan upacara seperti babi, ayam,
beras, uang, kelapa, dan lain-lain yang dalam bahasa Dayak Maanyan disebut nindrai.
Beberapa orang laki-laki pergi ke
dalam hutan untuk mencari kayu bakar dan menebang pohon hiyuput (pohon
khusus yang lembut) untuk dibuat peti mati. Kayu yang utuh itu dilubangi dengan
beliung atau kapak yang dirancang menyerupai perahu tetapi memakai memakai
tutup. Di peti inilah mayat nantinya akan dibaringkan telentang, peti mati ini
dinamakan rarung.
Seseorang yang dinyatakan meninggal
dunia mayatnya dimandikan sampai bersih, kemudian diberi pakaian serapi
mungkin. Mayat tersebut dibaringkan lurus di atas tikar bamban yang diatasnya
dikencangkan kain lalangit. Tepat di ujung kepala dan ujung kaki dinyalakan
lampu tembok atau lilin. Kemudian sanak famili yang meninggal berkumpul
menghadapi mayat, selanjutnya diadakan pengambilan ujung rambut, ujung kuku,
ujung alis, ujung bulu mata, dan ujung pakaian si mati yang dikumpulkan menjadi
satu dimasukkan ke sebuah tempat bernama cupu. Semua perangkat itu dinamakan rapu
yang pada waktu penguburan si mati nanti diletakkan di atas permukaan kubur
dengan kedalaman kurang lebih setengah meter.
Tepat tengah malam pukul 24.00 mayat
dimasukkan ke dalam rarung sambil dibunyikan gong berkali-kali yang
istilahnya nyolok. Pada waktu itu akan hadir wadian, pasambe, damang,
pengulu adat, kepala desa, mantir dan sanak keluarga lainnya untuk menghadapi
pemasukan mayat ke dalam rarung.
Pasambe bertugas menyiapkan semua
keperluan dan perbekalan serta peralatan bagi si mati yang nantinya disertakan
bersamanya ke dalam kuburan. Sedangkan Wadian bertugas menuturkan semua nasihat
dan petunjuk agar amirue (roh/arwah) si mati tidak sesat di perjalanan
dan bisa sampai di dunia baru. Wadian di sini juga bertugas memberi makan si
mati dengan makanan yang telah disediakan disertai dengan sirih kinangan,
tembakau dan lain-lain.
Jika penuturan wadian telah selesai
tibalah saatnya orang berangkat mengantar peti mati ke kuburan. Pada saat itu
sanak keluarganya menangisi keberangkatan sebagai cinta kasih sayang kepada si
mati. Menunjukkan ketidakinginan untuk berpisah tetapi apa daya tatau matei
telah sampai dan rasa haru mengingat semua perbuatan dan budi baik si mati
selagi berada di dunia fana.
- Seni Tari Suku Dayak
1.
Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan
orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta
biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup
terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara
lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal
oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari
Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
2.
Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang
seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini
sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si
penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian
tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti
mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku
dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
3.
Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay
menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari
Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi
yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari ini dibawakan oleh seorang
wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua
tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini
ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari
burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap
sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian
tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari
Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung
Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok
atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada
gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di
dahan pohon.
5. Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang
gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya
dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam
hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian
lagu Leleng.
6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan
menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun
pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat
hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang.
Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama
perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang
banyak.
7. Tari Hudoq Kita’
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini
pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni
untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih
pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok
anatara Tari Hudoq Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya
dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang
dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah
manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua
jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang
berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.
8. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini
dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing
gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai
(sejenis seruling bambu).a kita memanfaatkan dan mengelolanya.
9. Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk
menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya.
Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara
penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku
Dayak Benuaq.
10. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak
Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan
tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
11. Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan
suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke
daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
12. Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama
gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang.
Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak
Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan
kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke
segenap daerah suku Dayak Kenyah.
13. Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau adalah tarian adat
dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan
alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi
mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.
14. Tari Baraga’ Bagantar
Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara
belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar.
Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak
Benuaq.
- Alat Musik Suku Dayak
1.
Gong / Agukng, Kollatung (Uut Danum)
Merupakan
alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang
multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam
pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.
2.
Tawaq ( sejemis Kempul )
Merupakan
alat musik untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak secara umum.
Bahasa Dayak Uut Danum menyebutnya Kotavak.
3.
Sapek
Merupakan
alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak
Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya
Konyahpik (bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek.
4.
Balikan / Kurating
Merupakan
alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak
Ibanik, Dayak Banuaka”.
5.
Kangkuang
Merupakan
alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat
Dayak Banuaka Kapuas Hulu.
6.
Keledik / kedire
Merupakan
alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan dengan cara ditiup dan
dihisap. terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut
Korondek.
7.
Entebong
Merupakan
alat musik Pukul sejenis Gendang, yang banyak terdapat di kelompok Dayak
Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.
8.
Rabab (rebab)
Alat
musik gesek, terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong, yaitu alat musik
tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah tanaman liar di hutan seperti pohon
enau. Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat dari
kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus satu set.
9.
Terah Umat (pada Dayak Uut Danum)
alat
musik ketuk seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka
di sebut Terah Umat.
- Senjata Suku Dayak
Merupakan senjata utama suku dayak.
Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya
berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak
sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang
diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep
adalah tempat anak sumpitan.
Dibuat dari besi dan dipasang atau
diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
Terbuat dari kayu ringan, tetapi
liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi
ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai
tempat pegangan.
4. Mandau
Merupakan senjata utama dan
merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan
selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa.
Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan
dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang
disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang
mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan
yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu
yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
5. Dohong
Senjata ini semacam keris tetapi lebih
besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya
dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang,
Basir.
- Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak
1.
Mengirim
tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan
perang, dalam bahasa Dayak Ngaju “Asang”.
2.
Mengirim
sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang
ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
3.
Mengirim
seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.
4.
Mengirim
tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan
sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.
5.
Mengirim
Abu, berarti ada rumah terbakar.
6.
Mengirim
air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap
lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada
saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak
disebutkan.
7.
Mengirim
cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah
tua meninggal dunia.
8.
Mengirim
telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan
tajau.
9.
Daun
sawang/jenjuang yang digaris dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan
bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.
10. Bila ditemukan pohon buah-buahan
seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya ditemukan seligi dan
digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada
dipohon itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)